Assalamualaikum wr. wb.
Hari
itu, Ahad, 29 Juli 2012, Departemen Sosial, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang (BEM FMIPA
Unnes 2012) menjalankan program kerja (progja) untuk melakukan buka puasa
bersama di masjid At-Taqwa yang terletak di kampung binaan BEM FMIPA 2012 yaitu
di dukuh Delik Sari, Semarang. [*hmmmm.... tata tulis bahasa Indonesia yang tidak
kurang efektif karena terlalu banyak tanda baca koma dalam satu kalimat, maaf.
/(^____^)\ ]. Setelah sholat Asar, kami para fungsinaris berkumpul di mabes
tercinta (PKM) dan setelah mamastikan semuanya sudah dipersiapkan dengan baik
oleh panitia desa binaan (desbin), maka kami para fungsionaris BEM FMIPA 2012
yang berkenan mengikuti buka bersama (buber) segera bergegas menuju ke desbin
Delik Sari.
Jarak
yang tidak begitu jauh dari Unnes, tapi jalan terjal yang ditempuh membuat
tempat ini luar biasa. Untuk menuju ke Delik Sari, kami harus menelusiri jalan
selebar kurang lebih tiga meter dengan turunan tajam yang curam nan penuh liku ataupun
tanjakan yang tidak kalah curam dan terjal pula. Kondisi jalan yang penuh
dengan pasir yang menjadikan jalan licin, pun keadaan fisik jalan yang sudah
berlubang di sana sini. Membutuhkan kehati-hatian ekstra tinggi saat melintasi
medan ini. Selain jalannya yang turunnnn dan naikkkk pun berkelok-kelok, medan
lurus yang kami lintasi tidak kalah ekstrim, yaitu jembatan yang dibawahnya
terhampar jurang yang airnya mengering dan ditumbuhi rerumputan yang subur.
Ini
pertama kali bagi saya mendatangi perkampungan dukuh Delik Sari. Rasa kampungan
dan terkagum-kagum pun bergemuruh di dalam diri ini. Ketercenganaganku akan
pemandangan menakjubkan di Delik Sari tidak puas bila hanya berhenti di
sini, setelah jalan beberapa meter dari jalan raya (jalan utama
Trangkil/Sampagan??) menuju ke masjid At-Taqwa, saya melihat sudah mulai tampak
permukiman penduduk. Dan kira-kira apa saudara-saudara yang saya lihat mengenai
permukiman penduduk? Apakah bangunan sekelas hotel berbintang lima? Atau hunian
glamour nan elegan yang banyak
tersebar di kota-kota besar? Bukan seperti itu saudara! Bukan seperti itu yang
saya saksikan!!!!
Di
Delik Sari yang nampak hanyalah permukiman-permukiman yang teramat sangat
sederhana. Permukiman yang hanya seluas 3x3 meter dengan dinding terbuat dari
bilik dan atap sederhana yang memperkuat kesan bangunan sangat rapuh pun
tersaji di sana. Lantainya tentu beralaskan tanah. Tidak berapa lama, pun lebih
banyak tersaji hunian-hunian serupa yang luas bangunannya lebih lebar beberapa
meter, masih dengan atap yang reot, dinding bilik ataupun dari papan usang,
beralaskan tanah nan kokoh ataupun alas keras sekedarnya. Tempat mandi yang
rawan dan kecil terpisah dari bangunan utama juga tak luput dari pengamatan
saya.
Ya,
hampir dan bahkan nyaris semua hunian yang saya saksikan di Delik Sari adalah
hunian semacam ini. Tidak jarang bangunan itu condong ke samping, saya tidak
habis pikir bagaimana bila hujan dan angin kencang menyapa permukiman ini.
Bagaimana nasib rumah yang atapnya berlubang di sana-sini? Rumah yang
konstruksinya miring? Rumah yang berdindingkan bilik ataupun papan usang? Rumah
yang beralaskan tanah sedang mereka tidak mempunyai dipan?
Serta
tidak jarang terpampang kandang ayam berbentuk kotak dari pagar-pagar bambu
seringgi kurang lebih satu mater masih dengan ciri bangunan yang miring seperti
menara Pisa yang ada di Roma. Sebagai pelengkap, tersaji pula sebuah penampung
air (tandon air) raksasa terpampang jelas di sana beserta puluhan dirigen serta
ember-ember besar tersebar di sekitar penampung air. Rupanya apa yang terjadi
saudara? Ya, Delik Sari masih mahal air, kekurangan air bersih, masyarakatnya
pun mengantri untuk mendapatkan pasokan air bersih.
Berjalan
selama kurang lebih tujuh menit, sampailah kami di tempat seperti di bukit
yaitu di masjid At-Taqwa. Masjid yang saat saya hitung luasnya kurang lebih
sebesar 12x9 meter dengan teras masjid kurang lebih seluas dua meter. Di depan
pintu utama masjid terdapat kotak hitam kurang lebih berukuran 30x60 sentimeter
bertuliskan tinta putih dari susunan huruf I-N-F-A-Q, ya itu adalah kotak infaq
masjid. Di dalam atap masjid juga terpasang dua buah kipas angin yang
mengkhawatirkan. Di dekat mimbar khutbah ada sebuah kipas angin kecil dan
menjulur berbagai macam kabel.
Memulai
acara buber dengan sambutan-sambutan dan permainan hafalan surat pendek dalam
juz 30, hafalan doa sehari-hari dan doa berbuka puasa cukup membuat suasana
melebur penuh senyum merekah dan tawa-tawa renyah. Anak-anak yang hadir
antusias untuk maju dan mendapatkan hadiah. Mendekati waktu berbuka, anak-anak
baris memanjang dua bersab untuk antri mendapat snack dan takjil (astaga,
sampai ada yang jatuh dan tertindih, serta saling dorong-mendorong. Pikiran ini
jauh menerawang. Oh Tuhan, ini baru pembagian snack seharga Rp.500,00/orang
[/orang dapat 1 snack] sudah seperti ini suasananya. Saya tidak bisa melihat
saat pembagian takjil di teras masjid bagaimana suasananya. Pantas saja jika
ada berita di TV yang mengabarkan betapa riuh dan penuh sesaknya serta tidak
kondusifnya suasana yang terjadi saat si dermawan membagikan uang kepada mereka
yang membutuhkan, tidak jarang juga mereka yang antri sampai pingsan dan
terinjak, astaga, miris). Cukup.
Menuju
ke tempat wudhu. Saat azhan berkumandang merdu kami segera membatalkan puasa
dan harus menunggu saat hendak mangambil air wudhu. Setelah antri, apa yang
kami saksikan di tempat wudhu dan kamar kecil yang ada di samping tempat wudhu?
Hanya ada satu tempat wudhu beserta satu kamar kecil jadi tidak ada pembedaan
tempat wudhu beserta kamar kecil baik untuk laki-laki maupun perempuan. Satu
kamar kecil itu berukuran sangat minimalis tanpa ada WC dan TANPA PINTU penutup
kamar mandi, Astagfirullah. Pun kurnag lebih ada lima kran yang berjajar di
arena wudhu yang cukup terbuka ini.
Astagfirullah.......
miris diri ini melihat masih ada daerah yang seperti ini dan berada di dekatku
sedang saya sendiri baru tersadar ternyata masih ada daerah yang seperti ini.
Pemandangan seperti ini masih terjadi di Pulau Jawa, di sebuah kota yang
mengemban amanah sebagai ibu kota provinsi Jawa Tengah, Semarang. Ya, di
Semarang. Oh Tuhan.......
Lingkungan
yang seperti gambaran “lebay” dari seorang Hesti Prasasti Putri Ummi, lantas
apa yang selanjutnya menjadi tanda tanya besar di pikiran saudara? Ya,
penduduknya. Bagaimana dengan penduduk Delik Sari? Buber yang dilaksanakan di
desbin Deik Sari melibatkan anak-anak kecil yang tinggal di Delik Sari, pun ada
beberapa orang tua yang turut datang untuk menemani buah hatinya sepanjang
agenda buber. Pun datang dua tokoh masyarakat Delik Sari meberi sambutan dan
sebagainya. Anak-anak yang terlihat ceria dan berpenampilan sangat sederhana.
Anak-anak yang kecerdasan emosinya belum terkontrol dengan baik, emosi yang
masih dengan mudah bergejolak meledak-ledak. Saya kaget melihatnya. Karena
tiba-tiba ada anak yang saling beradu mata kekerasan, adu dada yang membusung,
adu kekuatan yang menggebu, adu amarah yang memuncak. Sampai ada seorang anak
lelaki yang entah tanpa alasan yang jelas suka marah-marah dan ingin menggigit
orang yang ada di dekatnya, sungguh ini mengkhawatirkan. Sepenagkpan saya,
orang-orang di sini cenderung keras dan kecerdasan emosinya masih labil.
Inilah
sepenggal kisah yang saya dapat saat berkunjung ke bumi Allah di dukuh Delik Sari,
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Inilah yang saya lihat dan saya rasakan saat
ada di Delik Sari, ini dari sudut pandang saya. Mungkin akan berbeda lagi
apabila dilihat dari sudut pandang anda. Mungkin semua yang saya luapkan ini
berbeda seratus delapan puluh derajat dari yang anda lihat dan rasakan di Delik
Sari.
Semoga
ada banyak yang dapat kita ambil dan pelajari dari Delik Sari. /(^____^)\
Jangan
hanya sekedar simpati, gunakan empati. Fighting....!! Wujud nyata lebih
bermakna.
Waalaikumsalam wr. wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar