"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (As Shaff(61):2-3)
HANOK_rumah ku kelak [amin ya ALLAH]
Sabtu, 28 Januari 2012
Natal dan Tahun Baru
Assalamualaikum wr. wb. --> Facebook: Tutorial PAI
UnnesWebsite:
tpai.unnes.ac.idReferensi: Mini
Magazine Muslim United Edisi 4 Semester Gasal 2011/2012; halaman 3-4.NATAL
DAN TAHUN BARU MENURUT PERSPEKTIF ISLAM Dalih toleransi sering dijadikan alasan sebagian kaum
Muslimin untuk turut berpartisipasi dalam perayaan hari-hari besar agama lain.
Padahal, hari raya adalah masalah agama dan akidah, bukan masalah keduniaan,
sebagaimana ditegasan oleh Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wa Sallam dalam sabda
beliau kepada Abu Bakar Radhiyallahu’Anhu pada hari Idul Fitri,“Setiap
kaum memiliki hari raya, dan ini (Idul Fitri) adalah hari raya kita.”
(HR. Bukhari dan Muslim). Dengan demikian, turut merayakannya berarti ikut serta
dalam ritual ibadah mereka. Dan Rasulullah Sallallahu’Alaihi Wa Sallam telah
bersabda, “Barangsiapa menyerupai suatu
kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, dan dinyatakan
hasan shahih oleh Al-Albani). Iman Al-Baihaqi juga meriwayatkan dengan sanad yang beik
dari Abdullah bin Amru radhiallahu’anhuma beliau pernah berkata,MENYAMBUT
TAHUN BARU Entah direncanakan atau sekedar latah, pada malam itu
orang-orang seakan secara serempak melonggarkan moralitas dan kesusilaan. Bunyi
terompet diselingi gelak tawa (bahkan degan minuman keras) bersahut-sahutan di
setiap tempat. Sepeda motor mengepulkan asap hingga mirip ‘dapur berjalan’
meraung-raung. Mobil-mobil membunyikan klakson sepanjang jalan. Cafe, diskotik
dan tempat-tempat hiburan malam sesak padat. Orang-orang ‘tupah’ di jalanan
dengan satu tujuan: merayakan Tahun Baru. Sebenarnya tahun Masehi adalah tahun yang baru bagi
bangsa Indonesia, karena ia tidak memiliki akar kultur dan tradisi dalam
sejarah bangsa ini. Ada beberapa faktor yang dapat mendukung anggapan ini. Pertama, latarbelakang sosio-historis. Berlakunya tahun
Masehi tidak bisa dipisahkan dari pengaruh teologi (keagamaan) Kristen, yang
dianut oleh masyarakat Eropa. Kalender ini baru dikeluarkan Indonesia pada
tahun 1910 ketika berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanscha atas seluruh
rakyat Hindia Belanda. Kedua, karena latarbelakang teologis. Sebagaimana
diketahui, kalender Gregorian diciptakan sebagai ganti kalender Julian yang
dinilai kurang akurat, karena awal musim semi semakin maju, akibatnya, perayaan
Paskah yang sudah disepakati sejak Konsili Nicea I pada tahun 325, tidak tepat
lagi. Sejak kedatangan Islam hingga awal abad ke-20, kalender
Hijriah berlaku di nusantara. Bahkan raja Karangasem, Ratu Agung Ngurah yang
beragama Hindu, dalam surat-suratnya kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda
Otto van Rees yang beragama Nasrani, masih menggunakan tarikh 1313 Hijriah
(1894 M). Jadi secara historis dan kultural bangsa kita pun, tahun baru
Masehi tidak perlu dirayakan. Terlebih lagi jika ditinjau dari sisi akidah al
wala’wal bara’ (loyalitas dan pelepasan diri) dalam agama Islam.(dikutip dari
islamiccentretangsel.com dengan beberaapa editing)yang keren yang mentoring....!Wassalamualaikum wr.wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar